Olehkarena itu, hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena semua perkara bid'ah adalah sesat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim
Sekarang kita bahas soal Sunnah. Kita tahu Sunnah Nabi itu defisininya adalah perkataan aqwal, perbuatan af’al dan penetapan taqrir dari Nabi Muhammad. Kita fokus pada perbuatan Nabi, sebagaimana diulas dalam kitab karya Syekh Wahbah az-Zuhaili yang berjudul Ushul al-Fiqh al-Islamiy jilid 1, halaman 478-440.Perbuatan Nabi itu ada tiga macam. Kita akan simak mana yang merupakan perbuatan yang berimplikasi syar’i kepada kita selaku perbuatan jibliyah yang dilakukan beliau SAW dalam kapasitas sebagai manusia biasa, seperti duduk, berdiri, atau mayoritas ulama mengatakan tidak wajib mengikuti perbuatan Nabi yang dilakukan secara fitrah kemanusiannya. Namun ada yang berpendapat hal itu tetap dianjurkan untuk mengikuti Nabi seperti yang dicontohkan oleh sahabat Nabi, Abdullah bin Umar sampean mau ikut jumhur ulama gak? Kalau ikut jumhur, berarti perbuatan Nabi kategori pertama ini tidak wajib kita ikuti. Namun kalau sampean ingin mengikutinya silakan saja, karena hal itu juga sudah dicontohkan oleh Abdullah bin Umar RA. Hanya jangan memaksa orang lain untuk mengikuti pemahaman sampean atau menganggap orang lain tidak nyunnah karena tidak ikut cara duduk, berdiri, tidur, makan-minumnya Nabi Muhammad SAW. Boleh jadi kawan sampean itu justru mengikuti pendapat mayoritas perbuatan khusus yang dilakukan oleh Nabi saja dan bukan kewajiban untuk umatnya. Misalnya Nabi puasa terus menerus, wajib shalat tahajud, boleh menikah lebih dari 4, dan seterusnya. Perbuatan itu hanya khusus bagi Rasul SAW dan tidak disyariatkan untuk kita sebagai perkara yang wajib Rasul selain kedua jenis di atas menjadi tasyri’ yg berlaku bagi kita. Kita dituntut untuk mengikuti dan meneladaninya. Untuk itu harus diketahui status perbuatan itu bagi kita apakah wajib, sunnah atau mubah. Ketetuannya adalah sebagai berikut. Ini artinya perbuatan Nabi dalam kategori ketiga ini punya konsekuensi hukum, namun tetap harus dipilah lagi.a perbuatan yang menjadi bayan penjelas atas kemujmalan ayat Qur’an; atau yang menjadi taqyid pengait atas kemutlaqan dan sebagai takhsis pengkhusus atas keumumannya. Ini sudah masuk istilah teknis yg dibahas para pakar Ushul al-Fiqh. Sampean mesti cek sendiri istilah mubayan-mujmal, mutlaq-muqayyad, dan am-khas dalam kitab-kitab Ushul al-Fiqh. Gak mungkin tuntas semuanya dijelaskan dalam catatan saya ini. Harus ngaji di pondok untuk kita lanjut, yang bisa kita jelaskan di siniStatus hukum perbuatan ini mengikuti status seruan yang dijelaskan al-mubayyan. Jika yang dijelaskan oleh perbuatan Nabi itu wajib maka hukum perbuatan itu wajib. Jika yang dijelaskan sunnah maka sunnah melakukannya. Jika yang dijelaskan mubah maka mubah pula artinya tidak semua hal yang dilakukan Nabi itu wajib kita ikuti, terkadang hukumnya hanya sunnah dianjurkan, atau mubah boleh mengikutinya-boleh pula tidak.Contoh, perbuatan Nabi SAW dalam bentuk shalat merupakan bayan atas perintah shalat dlm al-Qur’an. Hal itu dinyatakan secara tegas sharih dalam sabda Rasul saw.‎صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّى»“‎Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”Maka shalat mengikuti tata cara yang dilakukan Nabi itu sebuah keharusan. Namun bagaimana tata caranya, para ulama bisa berbeda-beda lagi memahaminya tergantung berbagai narasi yang mereka terima hasil laporan pandangan mata para Sahabat dalam melihat Nabi Rasulullah SAW dalam melaksanakan haji merupakan bayan atas seruan berhaji. Hal itu dinyatakan secara sharih dalam sabda Rasul saw.‎خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ»‎”Ambillah dariku tata cara haji kalian.”‎Begitu juga contoh soal batas potong tangan dan batas berwudhu sampai siku, meski ayat al-Qur’an tidak menjelaskannya dengan rinci. Sunnah Nabi-lah yang menjelaskan perbuatan ini bayan mengikuti apa yg dijelaskan al-mubayan sehingga kemungkinan hukumnya bisa wajib, sunnah atau mubah. Sampai di sini, menentukan hukum mengikuti perbuatan Nabi tergantung qarinah indikasinya apakah wajib, sunnah atau mubah.b Perbuatan Rasulullah SAW juga ada yang dilakukan tanpa ada tujuan untuk menerangkan, atau menjelaskan sesuatu seperti di atas. Ini membutuhkan penelaahan. Kadang ada perbuatan Rasul yang tidak diketahui sifatnya apa mengandung hukum syara’ atau tidak. Maka para ulama mengkajinya dengan detil dan mendalam sebelum sampai pada analisa terhadap dalil itu sebuah keniscayaan. Bukan langsung “dikunyah” begitu saja hanya berdasarkan terjemahan hadits yang diviralkan di diketahui sifat perbuatan Nabi itu mengandung hukum syara’ baik wajib, mandub atau mubah maka kita sebagai umatnya mengamalkannya juga. Ini pendapat yang lebih pas menurut Imam Syawkani berdasarkan dalil Qur’an dan tradisi sahabat jika perbuatan tersebut tidak diketahui hukumnya maka ada dua kemungkinan, yaitu terdapat sifat pendekatan diri kepada Allah qurbah atau tidak. Jika iya, maka hukum mengikutinya adalah sunnah, seperti shalat sunnah dua rakaat yang dilakukan oleh Rasul tidak secara terus menerus kadang dikerjakan, kadang tidak. Maka ini indikasi mengikutinya itu hukumnya mandub dianjurkan. Hal ini karena dalam shalat dua rakaat itu ada unsur taqarub menurut Imam Malik perintah amr mengikuti Nabi itu wajib. Perbuatan Nabi SAW yang kadang mengerjakan, kadang tidak semata menunjukkan adanya thalab al-fi’li tuntutan agar dilaksanakan. Di sini para ulama berbeda biasa aja lagi kalau ulama beda pendapat. Paham yah. Gak usah marah-marah tetapi, jika tidak ditemukan sifat qurbah karena berada dalam wilayah mu’amalah, bukan ibadah seperti contohnya jual beli, dan akad muzara’ah yg dilakukan oleh Nabi, maka hukum mengikutinya hanya mubah menurut Imam Malik. Ini pendapat yang dipilih oleh Ibn al-Hajib. Namun, lagi-lagi ulama berbeda pandangan, karena menurut Imam Syafi’i itu masuk kategori dianjurkan mandub. Ini juga merupakan pendapat dari kebanyakan ulama sampai di sini ternyata perkara perbuatan af’al Nabi mana yang harus diikuti, dan mana yang tidak punya konsekuensi hukum panjang diskusinya. Tidak semudah sebagian kalangan yang dengan enteng mengklaim ini dan itu sebagai sunnah Nabi yang harus kita ikuti. Ternyata para ulama mengajarkan kita untuk memilah dan menelaahnya terlebih bahan perbandingan kajian dari kitab Ushul al-Fiqh al-Islamiy karya Syekh Wahbah az-Zuhaili ini bisa kita compare dg apa yang dibahas oleh Imam al-Amidi, dalam kitabnya al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, seperti pernah saya ulas di sini ngaji kita hari ini. Semoga bermanfaat, bi la ilma lana illa ma allamtana innaka antal alimul hakim Maha Suci Englau Ya Allah, sungguh kami tidak punya ilmu apapun kecuali apa-apa yg telah Engkau ajarkan kepada kami
PerintahUntuk Mengikuti Sunnah Rasulullah Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. maka lebih baik dia mengikuti jalan para sahabat, karena kebaikan hanya dari jalan mereka. Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku, dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah (peganglah) sunnah tersebut dengan
[رَوَاه داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح] Abu Najih, Al Irbad bin Sariyah ra. ia berkata “Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran”. Kami bertanya ,”Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya meninggal, maka berilah kami wasiat” Rasulullah bersabda, “Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya budak. Sesungguhnya siapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. Karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus mendapat petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” [HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih] Mutiara Hadits Bekas yang mendalam dari nasehat Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam dalam jiwa para shahabat. Hal tersebut merupakan tauladan bagi kita semua Taqwa merupakan yang paling penting untuk disampaikan seorang muslim kepada muslim lainnya, kemudian mendengar dan ta’at kepada pemerintah selama tidak terdapat di dalamnya maksiat Keharusan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin, karena di dalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khususnya tatkala banyak terjadi perbedaan dan perpecahan Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama bid’ah yang tidak memiliki landasan dalam agama Penjelasan Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat “Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya meninggal. Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami?” Beliau bersabda, “Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa” Perkataan, “nasehat yang menggetarkan hati” maksudnya adalah mengena kepada diri kita, membekas dihati kita dan menjadikan orang takut. Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi. Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Siapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpaan seperti itu biasa dipakai. Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar. Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para sahabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci, tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits ahad disebutkan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rasulullah. Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas. Sunnah Rasulullah adalah pedoman hidup yang beliau contohkan selama beliau hidup. Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. Rasulullah menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka. Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat. Sabdanya “Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru“. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela. Inilah yang disebut bid’ah. Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” QS. Al Anbiyaa’ 2 Juga perkatan Umar radhiallahu anhu “Bid’ah yang sebaik-baiknya adalah ini”, yaitu shalat tarawih berjama’ah. Wallaahu a’lam.
MengikutiPemahaman Sahabat Nabi Dalam Beragama. Melihat banyaknya kaum muslimin sekarang yang terkotak-kotak oleh pemikiran kelompok semata, menunjukkan adanya standar ganda dalam memahami ajaran mereka. Memang dalam faktanya di lapangan mereka mengklaim bahwa memahami ajaran Islam berdasarkan Al-Qur'an dan As- Sunnah.
BAB II. KEDUDUKAN AS-SUNNAH DALAM SYARI’AT ISLAMOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas B. Hadits-Hadits Yang Memerintahkan Kita Untuk Mengikuti Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Dalam Segala Hal Begitu pula halnya dalam hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, banyak kita temui perintah yang mewajibkan untuk mengikuti Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam segala perkara, di antaranya ialahعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى، قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Setiap ummatku akan masuk Surga, kecuali yang enggan.” Mereka para Shahabat bertanya “Siapa yang enggan itu?” Jawab beliau “Barangsiapa yang mentaatiku pasti masuk Surga, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan.”[1]عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَتْ مَلاَئِكَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ نَائِمٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّهُ نَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ أَنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ فَقَالُوْا إِنَّ لِصَاحِبِكُمْ هَذَا مَثَلاً، فَاضْرِبُوْا لَهُ مَثَلاً فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّهُ نَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانٌ، فَقَالُوْا مَثَلُهُ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا، وَجَعَلَ فِيْهَا مَأْدُبَةً وَبَعَثَ دَاعِيًا فَمَنْ أَجَابَ الدَّاعِيَ دَخَلَ الدَّارَ وَأَكَلَ مِنَ الْمَأْدُبَةِ، وَمَنْ لَمْ يُجِبِ الدَّاعِيَ لَمْ يَدْخُلِ الدَّارَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنَ الْمَأْدُبَةِ، فَقَالُوْا أَوِّلُوْهَا لَهُ يَفْقَهْهَا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّهُ نَائِمٌ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّ الْعَيْنَ نَائِمَةٌ وَالْقَلْبَ يَقْظَانُ، فَقَالُوْا فَالدَّارُ الْجَنَّةُ، وَالدَّاعِي مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَنْ أَطَاعَ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَى مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَّقَ بَيْنَ Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Telah datang beberapa Malaikat kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ketika beliau sedang tidur. Sebagian dari mereka berkata, Dia sedang tidur,’ dan yang lainnya berkata, Sesungguhnya matanya tidur tetapi hatinya sadar.’ Para Malaikat berkata, Sesungguhnya bagi orang ini ada perumpamaan, maka buatlah perumpamaan baginya.’ Sebagian lagi berkata, Sesungguhnya ia sedang tidur,’ yang lain berkata, Matanya tidur tetapi hatinya sadar.’ Para Malaikat berkata, Perumpamaan beliau Shallallahu alaihi wa sallam adalah seperti seorang yang membangun rumah, lalu ia menyediakan hidangan dalam rumahnya itu, kemudian ia mengutus seorang pengundang, maka ada orang yang memenuhi undangan itu dan masuk ke rumah serta makan hidangannya. Tetapi adapula orang yang tidak memenuhi undangannya, tidak masuk ke rumah dan tidak makan hidangannya.’ Mereka berkata, Terangkan tafsir dari perumpamaan itu agar orang dapat faham.’ Sebagian mereka berkata lagi, Ia sedang tidur,’ yang lainnya berkata, Matanya tidur, tetapi hatinya sadar.’ Para Malaikat berkata, Rumah yang dimaksud adalah Surga, sedang pengundang adalah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Barangsiapa mentaati Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam berarti ia taat kepada Allah, dan barangsiapa mendurhakai Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam berarti ia telah mendurhakai Allah; dan Muhammad itu adalah pemisah di antara manusia.”[2]عَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْماً فَقَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَيَّ وَإِنِّي أَنَا النَّذِيْرُ الْعُرْيَانُ، فَالنَّجَاءَ فَأَطَاعَهُ طَائِفَةٌ مِنْ قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوْا فَانْطَلَقُوْا عَلَى مَهْلِهِمْ فَنَجَوْا، وَكَذَّبَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوْا مَكَانَهُمْ فَصَبَّحَهُمُ الْجَيْشُ فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِي فَاتَّبَعَ مَا جِئْتُ بِهِ وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِي وَكَذَّبَ بِمَا جِِئْتُ بِهِ مِنَ الْحَقِّ3. Dari Abi Musa Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaanku dan perumpamaan apa-apa yang Allah utus aku dengannya seperti seorang yang mendatangi suatu kaum, lalu ia berkata, Wahai kaumku, sesungguhnya aku melihat pasukan musuh dengan mata kepalaku dan sesungguhnya aku pengancam yang nyata, maka marilah menuju kepada keselamatan. Sebagian dari kaum itu mentaatinya, lalu mereka masuk pergi bersamanya, maka selamatlah mereka. Sebagian dari mereka mendustakan. Pagi-pagi mereka diserang oleh pasukan musuh lalu mereka dihancurkan dan diluluhlantakan. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang taat kepadaku dan mengikuti apa yang aku bawa dan perumpamaan orang-orang yang durhaka kepadaku dan mendustakan kebenaran yang aku bawa.”[3]عَنْ أَبِي رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ أُلْفِيَنَّ أَحَدُكُمْ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَأْتِيْهِ اْلأَمْرُ مِنْ أَمْرِي مِمَّا أَمَرْتُ بِهِ أَوْ نَهَيْتُ عَنْهُ فَيَقُوْلُ لاَ نَدْرِي مَا وَجَدْنَا فِي كِتَابِ اللهِ Dari Abi Rafi’ Radhiyallahu anhu, ia berkata Telah bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam “Nanti akan ada seorang di antara kalian yang duduk bersandar di sofanya lalu datang kepadanya perintah dari perintahku dari apa-apa yang aku perintah dan aku larang. Ia berkata Aku tidak tahu apa-apa. Yang kami dapati dalam Kitabullaah kami ikuti dan yang tidak terdapat dalam Kita-bullaah kami tidak ikuti.”[4]عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوْشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيْكَتِهِ يَقُوْلُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوْهُ، وَمَا وَجَدْتُمْ فِيْهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوْهُ وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُوْلُ اللهِ كَمَا حَرَّمَ اللهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ اْلأَهْلِيِّ وَلاَ كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السَّبُعِ، وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهَدٍ إِلاَّ أَنْ يَسْتَغْنِيَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوْهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوْهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ Dari Miqdam bin Ma’di Kariba Radhiyallahu anhu, ia berkata “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab Al-Qur-an dan yang seperti Al-Qur-an bersamanya. Ketahuilah, nanti akan ada orang yang kenyang di atas sofanya sambil berkata, Cukuplah bagimu untuk berpegang dengan Al-Qur-an saja, apa-apa yang kalian dapati hukum halal di dalamnya maka halalkanlah dan apa-apa yang kalian dapati hukum haram di dalamnya, maka haramkanlah.’ Ketahuilah sesungguhnya apa-apa yang diharamkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sama seperti yang diharamkan Allah, ketahuilah tidak halal bagi kalian keledai negeri dan tiap-tiap yang bertaring dari binatang buas dan tidak halal pula barang pungutan kafir mu’ahad kecuali bila pemiliknya tidak memerlukannya dan barangsiapa yang singgah di suatu kaum, maka wajib atas mereka menghormatinya. Bila mereka tidak menghormatinya, maka wajib baginya menggantikan yang serupa dengan penghormatan itu.”[5]عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga di Surga.”[6]قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَناَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ Berkata al-Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati takut, maka seseorang berkata Wahai Rasulullah nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bidah. Dan setiap bidah itu adalah sesat.”[7]Dalil-dalil dari Al-Qur-an al-Karim dan hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, yang tersebut di atas memberikan petunjuk yang sangat penting sekali kepada kita, secara global sebagai berikutTidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, karena tidak boleh seorang mukmin memilih-milih dengan maksud menyalahinya, dan yang demikian termasuk durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam, maka perbuatan tersebut sudah termasuk boleh seseorang mendahului Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana ia tidak boleh mendahului Allah, yakni tidak boleh menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Maksud dari ayat pertama dari surat al-Hujurat adalah Janganlah kalian berkata hingga beliau Shallallahu alaihi wa sallam berkata, janganlah kalian memerintah hingga beliau Shallallahu alaihi wa sallam memerintah, janganlah kalian berfatwa hingga beliau Shallallahu alaihi wa sallam berfatwa dan jangan menetapkan satu urusan hingga beliau Shallallahu alaihi wa sallam yang menghukumi dan memutuskan.”[8]Taat kepada Rasul berarti taat kepada yang berpaling dari taat kepada Rasul Shallallahu alaihi wa sallam berarti termasuk kelakuan orang-orang terjadi perselisihan dalam urusan agama, maka wajib kita kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya. Allah mengulangi kalimat وَأَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ sebagai pemberitahuan bahwa taat kepada Rasul hukumnya wajib tanpa pamrih dan tanpa membandingkan lagi dengan Kitabullah, bahkan perintah beliau wajib ditaati secara mutlak, baik perintah itu ada di dalam Al-Qur-an maupun tidak, Karena beliau diberikan Kitab dan yang seperti itu bersamanya,’ dan Allah tidak menggunakan kata taat kepada ulil amri, bahkan Allah membuang fii tha’at karena kepada ulil amri sudah terkandung dalam taat kepada Rasul[9]. Para ulama telah bersepakat bahwa kembali kepada Allah berarti kembali kepada kitab-Nya Al Qur-an dan kembali kepada Rasul ketika beliau masih hidup dan setelah beliau wafat kembali kepada sunnah-sunnah-Nya dan yang demikian termasuk dari syarat-syarat kaum muslimin dan hilangnya kekuatan mereka disebabkan mereka terus berselisih dan tidak mau kembali kepada Al-Qur-an dan yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan mendapat fitnah di dunia dan adzab di yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam akan mendapat akibat yang jelek di dunia dan akhiratWajib memenuhi panggilan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan perintahnya, karena yang demikian akan membuat hidup jadi lebih baik dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam penyebab utama masuknya seseorang ke dalam Surga dan memperoleh kesuksesan yang besar, dan orang yang durhaka kepadanya akan masuk ke dalam Neraka serta mendapatkan adzab yang antara ciri-ciri orang munafiq, apabila mereka diajak untuk berhukum kepada hukum Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam dan kepada Sunnahnya, mereka tidak mau bahkan berusaha untuk menghalang-halangi orang yang ingin kembali mukmin berbeda dengan orang-orang munafiq, karena orang-orang mukmin bila diseru untuk berhukum dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mereka segera memenuhinya seraya berkata, “Sami’na wa atha’na Kami dengar dan kami mentaati.”Setiap yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, maka wajib kita mengikutinya dan setiap yang dilarangnya, wajib bagi kita tauladan bagi umat Islam dalam segala urusan agama adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa kalimat yang diucapkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan agama dan urusan ghaib yang tidak dapat diketahui akal dan tidak pula percobaan, maka hal itu merupakan wahyu dari Allah kepada beliau yang tidak ada kebathilan di merupakan penjelas bagi Al-Qur-an yang diturunkan kepada beliau Shallallahu alaihi wa harus dijabarkan dengan As-Sunnah, bahkan As-Sunnah sama dengan Al-Qur-an dalam sifat wajib taat dan yang diharamkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sama dengan apa-apa yang diharamkan Allah, demikian pula segala sesuatu yang dibawa Rasulullah yang tidak terdapat dalam Al-Qur-an, maka dia sama dengan Al-Qur-an berdasarkan keumuman hadits no. bisa selamat dari kesesatan dan penyelewengan hanyalah dengan berpegang dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah yang demikian itu merupakan hukum yang tetap berlaku terus sampai hari Kiamat, dan tidak boleh memisahkan antara Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mencakup masalah aqidah maupun ahkam, dan meliputi seluruh perkara agama, serta tertuju kepada siapa saja yang sudah sampai kepadanya risalah da’wah sampai hari Kiamat.[10][Disalin dari buku Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005] _______ Footnote [1] Hadits shahih riwayat al-Bukhari no. 7280 dan Ahmad II/361. [2] Hadits shahih riwayat al-Bukhari no. 7281, Fat-hul Baari XIII/249-250. Yang dimaksud pemisah yakni memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir atau antara yang haq dengan yang bathil. [3] Hadits shahih riwayat al-Bukhari no. 6482, 7283 dan Muslim no. 2283 16. [4] Hadits shahih riwayat Ahmad VI/8, Abu Dawud no. 4605 dan ini adalah lafazh miliknya, at-Tirmidzi no. 2663, Ibnu Majah no. 13, Ibnu Hibban no. 98-Mawarid dan lainnya. [5] Hadits shahih riwayat Abu Dawud no. 4604 dan lafazh ini miliknya, Ahmad IV/ 131, Ibnu Hibban no. 12, ath-Thabrani al-Mu’jamul Kabir XX/ no. 669-670, ath-Thahawy dalam Syarah Ma’anil Atsaar IV/209 dan al-Baihaqy IX/332. [6] Hadits shahih riwayat al-Hakim I/93 dan al-Baihaqy X/114. [7] HR. Ahmad IV/126-127, Abu Dawud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676, ad-Darimy I/44-45, al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah I/ 205, al-Hakim I/95-96, dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi, Syaikh al-Albany juga menshahihkan hadits ini dalam Irwaa-ul Ghaliil no. 2455. [8] I’lamul Muwaqqi’iin II/94 tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman. [9] I’lamul Muwaqqi’in II/89, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman. [10] Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaa-id wal Ahkam hal. 33-36, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani v, cet. I/ Darus Sa-lafiyah, th. 1406 H Home /A4. Kedudukan As-Sunnah Dalam.../Hadits-Hadits yang Memerintahkan Kita... Kedua mereka tidak takut terhadap musuh, baik musuh itu sedikit maupun banyak. Ketiga, mereka tidak jatuh miskin dalam hal yang duniawi, dan mereka demikian percaya pada rezeki Allah SWT.". Berikut adalah kehidupan tasawuf empat sahabat Nabi Muhammad Saw yang dijadikan panutan para sufi: 1. Abu Bakar as-Siddiq.
Syaikh Abu Abdirrahman Yahya bin Ali Al-Hajuriy hafidzahullah Soal hadits “Wajib atas kalian untuk berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing”. Apakah arti “Sunnah Khulafaur Rasyidin” apabila mereka mengikuti sunnah nabi Shallallahu’alaihi wa aalihi Wasallam? Jawaban Arti hadits adalah bahwa diharuskan mengambil sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam, dan ini kewajiban bagi setiap muslim, dalam hal tersebut para Khulafaur Rasyidin, dan tidak diperbolehkan bagi seorangpun untuk meninggalkan sunnah Rasul-Nya.. Dan inilah arti sabdanya “Wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku” yaitu sesuai dengan jalannya Khulafaur Rasyidin. Dan Hadits sebagai dalil akan wajibnya mengikuti sunnah Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wa alaa aalihi wasallam sebagaimana pemahaman salaf yang Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin mereka. Dan sunnah dalam bahasa artinya jalan. Seorang penyair berkata من معشر سنت لهم آباؤهم ولكل قوم سنة وإمامها “Dari sekelompok orang yang telah di beri contoh oleh bapak-bapak mereka , dan setiap kaum mempunyai kebiasaan dan juga yang memimpinnya”. Maka maksudnya adalah memahami Qur’an dan Sunnah sebagaimana pemahaman mereka. Dahulu mereka jika berselisih, mereka kembali kepada dalil-dalil sebagai yang Allah azza wa jalla perintahkan. Allah berfirman قال تعالى وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللهِ الشورى 10 “Dan apa yang kalian perselisihkan maka keputusannya kepada Allah.” QS Asy-Syura 10 Dan ta’ala berfirman وقال تعالى ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ النساء59 “Dan jika kalian berpeda pendapat dalam suatu perkara, maka kembalikan lah kepada allah dan rasul, jika kalian beriman dengan allah dan hari akhir”. QS An-nisa 59; Dan Allah azza wa jalla berfirman وقال عز وجل ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾ [الأحزاب36]، “Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan mukminah jika ada keputusan Allah dan Rasul-Nya, justru mempunyai pilihan keputusan mereka dari sendiri”. QS Al-Ahzab 36 Maka tidak diperbolehkan bagi seseorang agama Allah untuk dia memilih dan meninggalkan semau dia. Allah berfirman قال الله ﴿فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ النساء65 “Maka tidak demi Rabb-mu, tidaklah mereka beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai penengah dalam perselisihan mereka, kemudian mereka tidak mendapati keganjalan dalam diri mereka terhadap keputusan mu dan benar benar menerima.” QS Annisa 65 فالسنة دين والحجة هو كتاب الله وسنة رسوله، وليس لأحد سنة مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، وإلا لكان شرعًا آخر، “Maka sunnah adalah agama dan hujjah adalah kitabullah dan sunnah rasul-Nya” Dan tidak ada seorangpun yang mempunyai hak membuat sunnah yang setara dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam, dan jika ada yang membuatnya , maka itulah ajaran lain. Allah berfirman والله يقول ﴿أَمْ لَهمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ الشورى21 “Apakah mereka mempunyai sekutu yang mensyariatkan untuk mereka dalam agama, yang tidak pernah allah idzin kan, Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang yang zalim bagi mereka azab yang amat pedih.” QS Asy-Syura 21 ———————- 1 أسئلة عبر الهاتف من الإمارات، بتاريخ ليلة الجمعة 25 ذي الحجة 1422ه‍.. دماج – دار الحديث. Soal via telepon dari pemerintah, pada malam Jum’at tanggal 25 Dzulhijjah 1422H. Dammaj Darul Hadits. Sumber Saluran Telegram Fawaid Manhaj min aqwali Annashihul amin Yahya bin Ali Al-hajuriy hafidzahullah. Alih bahasa dan editor Team Ashhabulhadits سنة الخلفاء الراشدين ▫️ السؤال حديث عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين».. ما معنى سنة الخلفاء الراشدين إذا كانوا هم يتبعون سنة النبي صلى الله عليه وآله وسلم؟ ▫️ الإجابة معنى الحديث أنه يلزم الأخذ بسنة رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، وهذا واجب على كل مسلم بما في ذلك الخلفاء الراشدون، ليس لأحد ترك سنة رسوله .. فهذا معنى قوله عليكم بسنتي»، أي على طريقة الخلفاء الراشدين، وهذا الحديث دليل على وجوب اتباع سنة رسوله صلى الله عليه وآله وسلم على فهم السلف الذين ذروتهم الخلفاء الراشدون. ▫️ والسنة في اللغة الطريقة، قال الشاعر من معشر سنت لهم آباؤهم==ولكل قوم سنة وإمامها فالمقصود فهم الكتاب والسنة على فهمهم. كانوا إذا اختلفوا يعودون كما أمر الله عز وجل إلى الأدلة، قال تعالى ﴿وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللهِ﴾; [الشورى10]. وقال تعالى ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ﴾; [النساء59]. وقال عز وجل ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾; [الأحزاب36]، ▫️ فليس لأحد أبدًا أن يختار ما شاء من دين الله ويترك ما شاء، قال الله ﴿فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾; [النساء65]. ▫️فالسنة دين والحجة هو كتاب الله وسنة رسوله، وليس لأحد سنة مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، وإلا لكان شرعًا آخر، والله يقول ﴿أَمْ لَهمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾; [الشورى21]. ———————- 1 أسئلة عبر الهاتف من الإمارات، بتاريخ ليلة الجمعة 25 ذي الحجة 1422ه‍.. دماج – دار الحديث. فوائد منهجية من أقوال الناصح الامين معنى سنة الخلفاء الراشدين Published by Jasmine Umar “Tidaklah aku menginginkan kecuali perbaikan selama aku sanggup. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan pertolongan Allah. Hanya kepadaNya aku bertawakal dan hanya kepadaNya-lah aku kembali” Huud 88 Abu Jasmine bin Umar bin Ali Nurdin Al-Palembangy Al-Andalasiyرحمه الله View all posts by Jasmine Umar
PENGERTIANAl Khulafaur Rasyidin merupakan kekhalifahan yang berdiri setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam. Khulafaur Rasyidin adalah orang-orang yang ditunjuk menjadi pengganti Nabi Muhammad untuk memimpin umat Islam yang mendapat petunjuk dari Allah Subhanahu wata'ala.. Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam bersabda, "Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi.
PERINTAH UNTUK MENGIKUTI SUNNAH RASULULLAH DAN LARANGAN DARI FANATISME DAN TAQLIDOleh Syaikh Masyhur bin Hasan Alu SalmanSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarganya dan semua yang saya cintai karena Allah. Saya bersaksi di hadapan Allah, bahwa saya mencintai antum semua dan orang-orang shalih di negeri ini semata karena Allah. Saya datang ke Indonesia untuk yang ketiga kalinya. Dan saya –alhamdulillah- mendapatkan kebaikan yang sangat banyak di negeri ini. Saya berdoa semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits qudsi وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي الْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي الْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّOrang-orang yang duduk di satu majelis karena Aku, maka mereka pasti mendapatkan kecintaan dari-Ku. Orang-orang yang berkumpul karena Aku, maka telah mendapatkan kecintaan kita ketahui bersama, orang yang masuk ke dalam agama Islam harus mengatakan أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا الله, وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِDua kalimat tersebut merupakan kalimat yang sangat agung. Seseorang tidak bisa dikatakan muslim, kecuali jika dia telah mengucapkan dua kalimat tersebut, memahami dan melakukan konsekuensi dari kedua kalimat makna perkataan أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا الله adalah tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Maka wajib bagi seorang muslim untuk merealisasikan ubudiyahnya kepada Allah. Ubudiyah kepada Allah adalah kecintaan yang sempurna, taat dan tunduk terhadap perintahNya. Oleh sebab itulah, semua para nabi datang membawa panji الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُSesungguhnya agama yang Allah diridhai di sisiNya adalah Islam.[Ali Imran/319].Allah يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَDan barangsiapa yang menginginkan agama selain Islam, maka tidak akan pernah diterima agama itu darinya.[Ali Imran/385].Semua agama di atas bumi adalah agama yang batil, kecuali Islam. Allah tidak akan menerima dan rela untuk hambaNya, kecuali agama Islam ini. Agama ini wajib dijalankan dan diamalkan oleh kaum muslimin. Allah لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُAllah telah mensyariatkan bagi kalian agama seperti yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Muhammad dan Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu “Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi kaum musyrikin agama yang kamu serukan mereka kepadanya. Allah memilih orang-orang yang dikehendakiNya kepada agamaNya dan memberikan petunjuk kepada agamaNya orang-orang yang kembali kepadaNya. [Asy-Syura/4213].Allah memilih orang-orang tertentu dari kalangan ahli tauhid dan ahli dien. Namun syi’ar slogan seorang muslim adalah tauhid dan Sunnah. Karena itu, keimanan seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika dia telah mengatakan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاّ اللهُDengan itulah, tauhid akan terwujud, dan juga dengan kalimat أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِMakna kalimat ini, ialah tidak ada orang yang berhak diikuti, kecuali Rasulullah Shallallahu alaihi wa seorang muslim tidak boleh menjadikan seorang syaikh, madzhab, kelompok, jama’ah, nalar, pendapat, aturan politik, adat, taqlid, budaya, warisan nenek moyang, sebagai panutan dan diterima begitu saja tanpa melihat dalil. Seorang muslim tidak bisa dikatakan muslim yang sempurna, sampai ia melaksanakan ubudiyah penghambaan diri hanya untuk Allah saja dan menjadikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai orang yang dia ikuti. Barangsiapa yang menisbatkan diri kepada salah satu madzhab, kelompok atau jama’ah atau akal, maka ucapannya “Asyhadu anna Muhammad Rasulullah” masih dianggap kurang dan tidak yang telah kami sebutkan itu merupakan ketetapan semua ulama Islam, terutama para imam yang empat, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad, semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka Abu Hanifah berkata ”Haram bagi seseorang mengemukakan pendapat kami, sampai dia mengetahui dari mana kami mengambilnya”.Dan Imam Malik, sambil memberikan isyarat ke arah makam Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sambil berkata ”Semua orang, perkataannya bisa diambil dan bisa ditolak, kecuali perkataan orang yang ada di dalam kuburan ini,” yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.”Imam Syafi’i berkata ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.Pada suatu hari, datang kepadanya seseorang dan berkata “Wahai, Imam. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda begini dan begini sambil menyebutkan hadits dalam masalah ini. Lalu, apa pendapatmu, wahai Imam?” Maka Imam Syafi’i marah besar dan berkata ”Apakah engkau melihat saya keluar dari gereja? Apakah engkau melihatku keluar dari tempat peribadatan orang Yahudi? Engkau menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka aku tidak berkata apa pun, kecuali seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam“.Karena itulah, salah satu muridnya yang bernama Yunus bin Abil A’la Ash Shadafi dalam satu majelis pernah ditanya tentang satu masalah. Maka dia menjawabnya dengan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu ada yang bertanya ”Apa pendapat Imam Syafi’i dalam masalah tersebut?” Beliau menjawab ”Madzhab Imam Syafi’i ialah hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, karena saya pernah mendengar beliau berkata ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.Begitu pula Imam Ahmad, beliau adalah orang yang selalu mengikuti atsar dan dalil. Beliau tidak pernah berhujjah, kecuali dengan dalil dari firman Allah atau sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Demikian ini merupakan kewajiban bagi seorang alim, mufti dan orang yang meminta fatwa. Karena Allah memerintahkan orang-orang yang tidak memiliki ilmu agar أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَMaka tanyakanlah kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.[An-Nahl/1643].Akan tetapi, sebagian kaum muslimin berhenti sampai ayat ini saja. Mereka lupa dan tidak melanjutkan ayat tersebut. Padahal kelanjutan dari ayat tersebut adalah بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِDengan keterangan-keterangan dan kitab-kitab.[An-Nahl/1644].Maksudnya, jika Anda tidak mengetahui, maka bertanyalah kepada orang yang mengetahui dengan disertai dalil, hujjah dan bukti-bukti. Itulah makna firman Allah بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِAgama dan hukum Allah tidak diambil kecuali berdasarkan keputusan ijma’, penjelasan dan kaidah-kaidah para ulama yang dilandasi dengan dalil-dalil syar’i. Dari situ, tumbuhlah persatuan. Persatuan yang wajib digalang oleh kaum muslimin harus bertumpu pada tauhid dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Persatuan secara fisik yang kita serukan harus didahului oleh persatuan atau kesamaan pemahaman. Pemahaman kita harus dilandasi dengan tauhid dan ittiba’ hanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan inilah makna dari firman أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِTegakkanlah agama dan jangan kalian berpecah belah tentangnya.[Asy Syura/4213].Allah melarang kita berpecah-belah, dan jangan sampai ada sesuatu yang memecah-belah kita. Allah juga melarang kita meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Shallallahu alaihi wa sallam telah memberitahukan kepada kita, bahwa pada akhir zaman nanti akan ada beberapa kaum yang mengingkari رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُRasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an dan yang semisal bersamanya As Sunnah. Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, “Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an! Apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah.[HR Abu Daud dan Tirmidzi].Kedudukan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sama dengan Al Qur’an. Di dalamnya disebutkan hal-hal yang halal dan haram. Orang yang mengingkari Sunnah, hukumnya kafir, keluar dari agama. Orang yang mengingkari Sunnah, berarti mengingkari Al Qur’ lihat, bagaimana Al Qur’an bisa sampai kepada kita? Al Qur’an sampai kepada kita dari generasi ke generasi. Para tabi’in mengambilnya dari para sahabat, dan para pengikut tabi’in mengambilnya dari para tabi’in. Begitu seterusnya, sehingga Al Qur’an bisa sampai kepada masa-masa terakhir ini, telah terjadi perbedaan. Kami menemukan beberapa kaum di antara mereka ada yang mengingkari Sunnah. Di antara mereka ada yang membacanya dengan niat mencari barakah dan tidak beramal dengan sunnah. Ada sebagian orang, yang sama sekali tidak perduli sama sekali dengan Sunnah, dan dia beranggapan bahwa yang dimaksud dengan Sunnah adalah satu hukum yang tidak ada sangsinya. Demikian ini merupakan dugaan yang para ulama, jika mengatakan “Sunnah” secara mutlak, maka maknanya tidak lepas dari dua Sunnah, sebagai sumber syari’at hukum. Dalam hal ini, kedudukan Sunnah sama dengan Al Qur’an, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُKedua Sunnah yang berarti sebagai salah satu hukum syar’i yang lima, yang berada di bawah wajib dan di atas mubah. Berdasarkan makna yang kedua ini, pelakunya akan diberi pahala, dan yang meninggalkannya tidak mendapat seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengambil dalil yang benar, maka lebih baik dia mengikuti jalan para sahabat, karena kebaikan hanya dari jalan mereka. Kemudian kebaikan ini diriwayatkan dan diambil oleh para tabi’in. Akan tetapi, pada jaman tabi’in, kebaikan tersebut tercampuri dengan noda dan bid’ah yang mulai muncul. Sehingga, muncullah kelompok-kelompok seperti Rafidhah, Qadariyah dan kelompok-kelompok sesat lainnya. Padahal, kebanyakan orang umumnya masih berada di atas kebaikan tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memberitahukan tentang keterasingan agama ini. beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Sesungguhnya agama Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing. Maka keberuntungan bagi orang-orang yang asing. Ditanyakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Sekelompok orang yang sedikit, yang berada di kalangan orang yang banyak. Mereka memperbaiki Sunnah-ku yang telah dirusak oleh orang.”[HR Tirmidzi]Oleh karenanya, ketika Imam Ahmad mendengar seseorang berkata – saat fitnah banyak bermunculan, di antaranya bid’ah yang menyatakan Al Qur’an adalah makhluk dan fitnah lainnya, “Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam.” Maka Imam Ahmad berkata kepadanya ”Katakanlah, Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam dan Sunnah’.”Kita memohon dan berdo’a kepada Allah, semoga kita dimatikan di atas Islam dan Sunnah, dan semoga kata-kata terakhir dalam hidup kita ialah laa ilaaha illallahRasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga memberitahukan kepada kita, bahwa setiap satu jaman berlalu dan datang jaman lain, maka semakin berat fitnah yang melanda umat ini dan perpecahan akan semakin nampak. Rasulullah Shallallahu alaihi wa salalm berkata kepada sahabatnya فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي – أي من يطول به العمر- فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًاSesungguhnya, barangsiapa yang hidup di antara kalian panjang umurnya, maka dia akan mendapatkan perbedaan yang sangat banyak.[HR Abu Daud].Perpecahan tersebut telah terjadi, dan ini adalah penyakit. Dan tidak ada satu penyakit, kecuali pasti ada obatnya. Obat dari penyakit ini, ialah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam lanjutan hadits itu بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِMaka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku, dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah peganglah sunnah tersebut dengan Sunnah para khulafa’ dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah satu. Karena itulah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي , lalu setelah itu Beliau berkata “عَضُّوْا عليها” dengan lafazh satu tersirat dalam sabda beliau ini bahwa sunnah Rasulullah dan sunnah khulafa’ Ar Rasyidin adalah satu –red dan tidak berkata “عَضُّوْا عَلَيْهِمَا” gigitlah keduanya, maksudnya peganglah ia dengan sekuat-kuatnya.Pada hakikatnya, semua ini merupakan agama Allah. Karena, sebagaimana Allah memilih Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai utusanNya dari kalangan manusia, maka Allah juga memilih untuk nabiNya sahabat-sahabat yang pilihan. Allah mengutus Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam kepada mereka untuk mengajar dan membersihkan mereka, sebagaimana yang telah Allah firmankan هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍDia-lah yang mengutus kepada umat yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah Sunnah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya berada dalam kesesatan yang nyata.[Al Jumu’ah/622].Orang yang mencela Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, berarti dia telah mencela Allah. Orang yang mencela sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sungguh dia telah mencela Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Agama ini adalah dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para Salaful Umah, dari para sahabat dan tabi’in, seperti difirmankan يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًاDan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukminin, Kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.[An Nisaa/4115].Yang dimaksud jalan orang-orang mukminin, ialah para sahabat dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka dari kalangan para tabi’in dan pengikut tabi’in sampai hari kiamat tiba. Keberadaan mereka, akan terus ada sampai hari kiamat datang, seperti yang akan kita jelaskan, insya ini adalah agama yang nilai-nilainya dipraktekkan, bukan agama filsafat atau teori semata. Agama ini telah tegak pada masa-masa yang lalu, sejak zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, era sahabat dan para tabi’in. Apa yang menjadi agama pada masa itu, maka pada sekarang ini, hal tersebut juga merupakan bagian dari agama. Dan jika pada zaman mereka ada satu hal yang bukan dari agama, maka sekarang ini, hal tersebut juga bukan termasuk dari agama yang dicintai dan diridhai ini adalah Kitab Allah, dan Kitab Allah memerintahkan agar kita mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan Rasulullah, memerintahkan kita untuk mengikuti sahabat Rasulullah. Ini semua dicintai dan diridhai Allah. Begitulah yang difahami Imam Syafi’i dan ulama lainnya.Suatu waktu, Imam Syafi’i datang ke Masjidil Haram di Mekkah untuk menunaikkan ibadah haji. Beliau duduk dan berkata kepada orang-orang yang ada “Tanyalah kepadaku. Tidak ada orang yang bertanya tentang sesuatu kepadaku, kecuali aku akan menjawabnya dengan Kitabullah”.Maka ada orang awam berdiri dan bertanya “Wahai, imam. Ketika aku masuk Masjidil Haram, aku menginjak dan membunuh satu serangga. Padahal orang yang dalam keadaan ihram tidak boleh membunuh sesuatu. Akan tetapi, aku telah membunuh seekor serangga. Apa jawabannya dari Kitabullah?”.Setelah memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Imam Syafi’i berkata Allah berfirman مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ“Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” [An Nisa/4 80]Sementara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِيMaka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk.[HR Abu Daud]Dan di antara Khulafaur Rasyidin adalah Umar bin Khaththab. Kemudian beliau membawakan sebuah riwayat bahwa ada seseorang bertanya kepada Umar bin Khaththab tentang seseorang yang membunuh seekor serangga dalam keadaan ihram. Maka Umar menjawab, ”Tidak ada denda sangsi apa pun atas kamu”. Maka Imam Syafi’i berkata “Jawabanku dari Kitabullah, wahai orang yang berbuat seperti itu, sesungguhnya engkau tidak mendapat sangsi apapun. Itulah jawaban dari kitab Allah.”Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menceritakan kepada kita, bahwa akan terjadi perpecahan pada umat ini. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan, Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, Nashara akan terbagi menjadi 72 golongan. Dan kaum muslimin, akan terpecah menjadi 73 kelompok. Rasulullah kemudian berkata, semua kelompok itu –semuanya- akan masuk ke dalam neraka, kecuali satu kelompok saja. Ditanyakan kepadanya “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Yaitu orang-orang yang berada di atas jalanku dan jalan para sahabatku pada hari ini.”Perpecahan itu juga telah dijelaskan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Para sahabat benar-benar menekuni agama ini dengan amalan nyata. Karena sesuatu yang bersifat teori, akal dan pemahaman bisa berbeda-beda. Namun, jika berbentuk praktek dan amalan, maka itu merupakan hal yang terbaik dalam menafsirkan firman Allah dan ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Perbedaan seperti ini sudah ada ketika muncul para imam dan Daulah Islam. Para fuqaha ahli fiqih jatuh ke dalam perbedaan tersebut. Namun perbedaan yang terjadi pada di kalangan mereka memiliki ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang sesuai dengan syar’i, sehingga tidak ada saling mencela dan fuqaha, terutama para imam yang empat, mereka saling mencintai. Kita juga harus mencintai mereka, berlepas diri dari orang-orang yang mencela mereka. Namun kita juga yakin, di antara mereka, tidak ada satu pun yang ma’shum. Semoga Allah memberikan rahmatNya kepada tetapi, setelah itu, pada masa akhir-akhir ini muncul fanatisme dan taqlid buta kepada imam-imam tersebut. Sehingga ada sebagian orang yang bermadzhab Syafi’i berkata, bahwa orang yang bermadzhab Syafi’i tidak boleh menikah dengan wanita yang bermadzhab Hanafi. Dan orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh menikah dengan wanita yang bermadzhab Syafi’i. Sehingga terjadilah fanatisme yang tercela dan taqlid buta yang tidak dicintai dan diridhai ini terpecah dengan perpecahan yang sangat dahsyat. Setiap golongan umat ini tidak beribadah kepada Allah, kecuali dengan madzhab satu imam. Kemudian pemahaman agama hanya diambil dari catatan-catatan dan buku-buku ulama terdahulu tanpa kembali kepada dalil-dalil yang syar’i. Sehingga semakin menambah perbedaan dan perpecahan umat ini, karena persatuan tidak akan mungkin terwujud kecuali jika dilandasi dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Seiring dengan bergulirnya waktu, maka perbedaan yang ada semakin keras dan kekuatan dan kekuasaan Islam hilang, muncul sekelompok orang yang ingin memperbaiki keadaan dan mendirikan agama ini. Masing-masing kelompok menempuh metode tersendiri, sehingga terjadi perpecahan dan perbedaan yang tajam di antara mereka. Padahal ahlul haq orang-orang yang berada di atas kebenaran masih ada. Dan sebelumnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menceritakan tentang orang-orang tersebut dalam haditsnya لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُMasih akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada di atas kebenaran sampai hari kiamat datang.[HR Bukhari dan Muslim].Pada asalnya, kaum muslimin harus menjadi umat yang bersatu di atas tauhid dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seperti yang telah kami jelaskan. Dan juga, satu sama lain harus saling mencintai karena agama Allah. Ketika terjadi perselisihan antara seorang Muhajirin dan seorang Anshar, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mendengar orang Anshar berkata “Wahai orang-orang Anshar!” dan yang Muhajirin berkata “Wahai orang-orang Muhajirin!”Sebutan Muhajirin dan Anshar adalah dua nama yang syar’i dan dicintai Allah. Allah telah menyebutkan dalam الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُDan orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka juga telah ridha kepada Allah. [At-Taubah/9100]Namun ketika terjadi perbedaan antara keduanya dan masing-masing memanggil kelompoknya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada mereka “Apakah kalian melakukan adat jahiliyah, padahal aku berada di tengah-tengah kalian?”Sabda Beliau “kalian telah melakukan adat jahiliyah” ini ditujukan kepada orang yang mengatakan “Wahai orang-orang Anshar” dan yang berkata ”Wahai orang-orang Muhajirin”.Jadi, seharusnya umat ini bersatu dan menjadikan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai penentu hukum di antara mereka. Keduanya adalah agama yang diamalkan oleh para sahabat. Mengamalkan agama dengan pemahaman dan amalan para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa yang mengikuti para sahabat akan terus ada, seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُMasih akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada di atas kebenaran sampai hari kiamat ini harus kita cermati. Dengan memahaminya, maka orang akan merasa tenang, tidak goncang dan bingung. Hadits ini penjelasannya Pertama Disebutkan di dalamnya “masih akan terus ada”, yang artinya “tidak akan terputus”. Maka siapa pun yang mengajak kepada kebenaran, lalu dakwahnya sampai kepada seorang tertentu, dan sebelumnya tidak ada kelompok atau jama’ah kecuali setelah orang tersebut muncul, maka dia tidak termasuk di dalam hadits ini. Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata ”Masih akan terus ada pada umatku”. Dan ahlul haq tidak pernah mengajak, kecuali kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para salafush shalih. Kelompok yang disebutkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ini akan terus ada dan memiliki sanad jalur periwayatan yang sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “akan tetap eksis atau menang”. Ini tidak berarti mereka haruslah golongan yang kuat atau menang dengan kekuatan materi. Akan tetapi, mereka tetap menang dengan hujjah, dalil, keterangan, penjelasan dan kaidah-kaidah para ulama. Mereka tetap teguh di atas kebenaran. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan tentang keadaan mereka dalam sabdanya لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْTidak mempengaruhi mereka orang-orang yang tidak memperdulikan dalam riwayat Musnad Imam Ahmadإِلاَّ لَعْوَاءُ تُصِيْبُهُمْKecuali jika musibah yang menimpa mereka.Maka kelompok manapun, di negeri manapun, dan kapanpun mereka berada sementara musuh-musuh mereka berhasil mengecilkan nyali dan menekan mentalnya, maka mereka ini bukan yang termasuk dalam hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata “tidak mempengaruhi mereka orang-orang yang mencela dan mengganggu mereka”.Kelompok yang disebutkan ini adalah yang berada di atas agama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kelompok tersebut akan menjadi kelompok yang mendapat pertolongan dan akan menggenggam masa depan yang bagus. Allah telah menceritakan dalam KitabNya, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam Sunnah-nya yang shahih, bahwa masa depan akan menjadi milik agama ini. Dan agama ini akan menang dan merambah seluruh كَانَ يَظُنُّ اَنْ لَّنْ يَّنْصُرَهُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ اِلَى السَّمَاۤءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهٗ مَا يَغِيْظُBarangsiapa yang menduga bahwa Allah tidak akan menolongnya Muhammad di dunia dan akhirat, maka hendaknya dia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah dia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya [Al-Hajj/2215].Makna ayat ini ialah Wahai, seluruh manusia. Barangsiapa yang menduga Allah tidak akan menolong Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan agamanya, maka lebih baik dia menggantung dirinya dengan tali di atap rumahnya, lalu membunuh dirinya. Karena Allah benar-benar menolong Nabi dan Shallallahu alaihi wa salalm pernah ditanya “Kota manakah yang lebih dulu dibebaskan, Qostantiniyah Konstantinopel yaitu di Turki atau Roma ibukota Italia?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Qostantiniyah dahulu, kemudian Roma.”Dan Qostantiniyah telah dibebaskan semenjak tahun 1543M, dibebaskan lebih dari 800 tahun setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kabar tersebut dalam haditsnya. Dan kita sedang menunggu penaklukkan kota Roma, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tsauban سَتَكُوْنُ فِيْكُمْ النُّبُوَّةُ مَاشَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ رَاشِدَةٌ مَاشَاءَ اللهُ لَهَا أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ فِيْكُمْ مُلْكٌ مِيْرَاثِي مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ لَكُمْ مُلْكٌ عَضُوْدِي –ملك جبري –مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي , ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ عَلَى نَـهْجِ النُّبُوَّةِAkan datang pada kalian masa kenabian sesuai dengan kehendak Allah, setelah itu habis masanya. Lalu akan datang zaman Khilafah Rasyidah sesuai dengan kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan yang turun menurun sesuai dengan kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan dengan cara paksaan peperangan dengan kehendak Allah berdiri, lalu setelah itu habis masanya. Kemudian datang masa Khilafah yang berada di atas jalan samping Allah mempersiapkan segala sesuatunya untuk pendirian khilafah yang berada di atas jalan kenabian tersebut, Allah juga mempersiapkan sebab-sebabnya. Di antara sebabnya, adalah Allah memberikan kemudahan kepada para ulama untuk menjelaskan hadits-hadits shahih dan jalan para salafush shalih dari umat imam-imam ulama tersebut yang diawali oleh Bukhari, lalu Muslim, Nasaa-i, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Mereka semua bukanlah dari golongan bangsa Arab. Bukhari dari negeri Bukhara, Muslim dari Naisabur, Nasaa-i dari Nasaa’, Abu Dawud dari Sijistan, Ibnu Majah dari Qozwin. Mereka semua adalah orang ajam bukan Arab. Mereka adalah para ulama hadits, muncul setelah masa para imam empat, yaitu Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad. Pada zaman para fuqaha, Sunnah belum dibukukan dalam satu buku, namun setelah zaman Allah menurunkan keutamaanNya untuk kita di negeri Syam dengan munculnya Syaikh Imam dalam ilmu hadits yaitu Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati Al Albani. Beliau datang dari negeri Albania, dibawa hijrah oleh ayahnya ke Damaskus guna menjaga agamanya. Kemudian diusir dari Damasqus, lalu menuju ke Yordania. Beliau tinggal disana lebih dari 50 tahun. Setiap hari selama lebih dari 18 jam, beliau melakukan penelitian terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , baik dari buku-buku cetakan atau dari manuskrip-manuskrip kuno. Selama itu, beliau mengarang dan menjelaskan hadits-hadits Nabi .Setelah itu, dengan keutamaan Allah, muncul ulama-ulama sunnah di negeri-negeri kaum muslimin. Mereka mengajak untuk kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sunnah para sahabatnya. Inilah tanda-tanda khilafah yang telah diceritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan yang akan kembali kepada umat ini, Insya Allah. Khilafah tersebut berada di atas jalan kenabian, jalan para sahabat dan tabi’in yang datang setelah Beliau Shallallahu alaihi wa sebab itu, wahai saudara-saudaraku! Jika ingin menolong dan menyebarkan agama kita, maka kita harus mempelajari Al Qur’an. Karena dengan menghafal dan menjaganya, hati akan menjadi mulia. Dengan memahami dan mentadabburinya menghayatinya, akal pikiran menjadi mulia. Kita juga harus menghafal dan menjaga hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , atsar para sahabat dan tabi’in. Mengetahui perkataan-perkataan mereka dalam menghukumi masalah-masalah. Kita juga harus selalu mempelajari agama Allah dengan dalil-dalilnya yang syar’i dan shahih. Kita jangan bersikap fanatik kepada seseorang, madzhab, kelompok dan jama’ah. Kita harus bersikap lembut, memberi nasihat, menunjukkan rasa cinta kepada saudara-saudara kita yang terjerumus ke dalam jurang fanatisme terhadap satu kelompok. Jika kamu menolak nasihat kami, maka jangan kamu berikan semua akalmu kepada yang engkau ikuti, teapi sisakan sedikit, agar kamu bisa bertadabbur dan berpikir. Jika kamu merasa berat untuk melihat kebenaran kecuali dari tempat yang sempit dan kamu merasa tertahan di tempat tersebut, maka hendaklah kamu menjaga kunci tempat tersebut di tanganmu atau di sakumu; jangan engkau buang jauh dan jangan berikan kepada orang lain. Karena, jika pada suatu saat kamu mengetahui mana yang benar, maka kamu bisa keluar dari tempat tersebut dalam keadaan tenang dan bebas. Dan kamu bisa melihat kebenaran dari tempat yang luas dengan dalilnya yang shahih dan syar’i. Akhirnya, engkau akan berjalan di atas jalan para ketahuilah dengan seyakin-yakinnya, wahai saudara-saudaraku! Sesungguhnya akhir umat ini tidak akan menjadi baik, kecuali jika mencontoh umat yang pertama. Tidak ada jalan untuk memperbaiki umat ini, kecuali dengan jalan para ulama, duduk di majlis para ulama, mempelajari agama dengan pemahaman mereka dan mengamalkannya, kemudian menyebarkannya. Maka dengan itu, kaum mukminin akan bergembira dengan pertolongan dari Allah. Saya mengharap kepada Allah, agar kita dijadikan dari salah satu sebab ditolongnya agama ini, dan sebab penyebarluasan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Allah memberikan manfaat kepada kita dan menjadikan kita berguna bagi orang lain, juga menjadikan apa yang telah kita katakan dan kita dengar ini menjadi hujjah pembela untuk kita, bukan penggugat diri kita. Semoga Allah menjadikan itu semua sebagai timbangan kebaikan kita, dan menjadikan timbangan kita berat karenanya, Insya Allah.Naskah ini diangkat dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman di Universitas Islam Negeri Malang, pada tanggal 7 Desember 2004. Ditranskrip ulang dan diterjemahkan oleh al akh Nashiruddin[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Sunnah Khulafaur Rasyidin. Khulafa' merupakan bentuk jamak dari khalifah. Artinya: pengganti. Maksudnya pengganti Rasulullah Saw. sebagai pemimpin umat Islam. Adapun rasyidin adalah bentuk jamak dari rasyid. Artinya: yang memperoleh petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya. Khulafaur rasyidin adalah para pemimpin umat Islam melalui pemilihan
BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH RASULULLAH DAN KHULAFAUR RASYIDIN PARA SAHABAT عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ [رَوَاه داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح] Abu Najih, Al Irbad bin Sariyah ra. ia berkata “Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran”. kami bertanya ,”Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya meninggal, maka berilah kami wasiat” Rasulullah bersabda, “Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya budak. Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus mendapat petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru dalam perkara agama karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih [Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676] Penjelasan Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat “Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya meninggal. Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami ?” Beliau bersabda, “Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa” Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya menjadikan orang takut. Perkataan,”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam. Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi. Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpaan seperti itu biasa dipakai. Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar. Kewajiban kepada penguasa di sini adalah selama bukan dalam kemaksiatan. Yaitu dalam hal-hal yang mubah. Karena kalau imam memerintahkan sesuatu yang wajib maka hakikatnya adalah mendengar dan taat kepada Alloh. Dengan demikian perintah imam terbagi dalam tiga bentuk yaitu Perintah tersebut merupakan kewajiban syar’i, maka ketaatan di sini merupakan ketaatan kepada Alloh. Perintah tersebut sesuatu yang mubah maka wajib ditaati karena ini merupakan haknya. Perintah tersebut merupakan kemaksiatan maka tidak boleh ditaati. Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para Sahabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits ahad disebtukan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam . Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas. Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. Rasululloh menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka. Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat. Sabdanya “Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru“. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam. Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela. Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” QS. Al Anbiyaa’ 2 Wallaahu a’lam. Pelajaran Bekas yang dalam dari nasehat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam jiwa para shahabat. Hal tersebut merupakan tauladan bagi para da’i di jalan Allah ta’ala. Taqwa merupakan yang paling penting untuk disampaikan seorang muslim kepada muslim lainnya, kemudian mendengar dan ta’at kepada pemerintah selama tidak terdapat didalamnya maksiat. Keharusan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin, karena didalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khususnya tatkala banyak terjadi perbedaan dan perpecahan. Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena didalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama bid’ah yang tidak memiliki landasan dalam agama.
a03nknu. 143 100 425 178 355 20 38 284 447

mengikuti sunnah para sahabat dan khulafaur rasyidin merupakan perintah